Wednesday, December 22, 2010

BBM Subsidi dan Non Subsidi

Pembatasan subsidi BBM jenis Premium untuk kendaraan pribadi akan mulai dijalankan oleh pemerintah melalui Pertamina Januari 2011 bulan depan, di berbagai kalangan langkah pemerintah ini menuai reaksi yang beragam. Nah, untuk lebih memahami secara teknis mengenai hal ini bapak Kusuma Wiryawan (pakde saya) membuat sebuah artikel.


BBM SUBSIDI DAN NON SUBSIDI

Kalau tidak ada perubahan, awal tahun 2011 pemakai kendaraan atau mesin berbahan bakar bensin (gasoline) akan dibedakan. Rencananya kendaraan umum (dengan nomor plat kuning) dan sepada motor  akan dapat membeli bbm bensin yang harganya di subsidi, artinya harganya dibawah harga pasar. Sementara kendaraan dan mesin bensin lainnya harus membeli bensin non subsisi (harga pasar).

Dalam acara Talk Show di Metro TV Senin 20 Desember 2010 yang ditayangkan sekitar jam 22.00 malam, menampilkan Pengamat Ekonomi bapak Kwiek Kian Gie, Pemerintah yang diwakili Dirjen Migas Ibu Evita H. Legowo dan wakil dari Partai Demokrat. Ada pernyataan ibu Dirjen, yang kira-kira begini: “ Bagi pemilik kendaraan pribadi, nantinya disediakan Bensin tanpa subsidi dengan Oktana yang lebih tinggi dari Premium (Premium Angka Oktana 88) yaitu Pertamax dengan Angka Oktana 92 atau Pertamax Plus dengan Angka Oktana 95.”

Memang sampai saat ini, yang saya ketahui bbm yang boleh dijual dipasar bebas dalam negeri, telah diatur Pemerintah melalui Surat Keputusan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi No. 73 K/72/DDJM/2001, tanggal 21 Juni 2001 tentang Spesifikasi Bensin Premium, Spesifikasi Jenis Bensin  91 (Termasuk Pertamax) dan Spesifikasi Bensin 95  (Termasuk Pertamax Plus). SK ini bertujuan agar konsumen bisa mendapatkan bbm yang cukup memadai untuk kendaraan atau mesinnya, meskipun sebenarnya secara teknis mungkin belum sepenuhnya memadai.

Selama ini Bensin Premium dikenal dengan bensin bersubsidi dan Jenis Bensin 91 serta Jenis Bensin 95 dikenal bensin non subsidi, artinya Pertamax & Pertamax Plus harganya akan bervareasi, tergantung dari harga minyak mentahnya, dan selama ini harga tersebut oleh produsennya dikoreksi setiap bulan.

Kalau pemilik kendaraan pribadi ”harus” menggunakan Jenis Bensin 91 (Pertamax & Pertamax Plus), pertanyaan berikutnya adalah, benarkah Jenis Bensin itu yang diperlukan oleh mesin kendaraan yang bukan plat kuning ??? Apakah seluruh kendaraan atau mesin (buatan tahun 2010 sekalipun) secara teknis memang membutuhkan bensin dengan Angka Oktana Riset diatas 88 (diatas Bensin Premium)????? Seandainya kendaraan atau mesin sebenarnya dapat beroperasi normal dengan Jenis Bensin dengan Angka Oktana Riset 88 dan harus menggunakan Jenis Bensin yang Angka Oktana Risetnya 91, misalnya, apakah itu bukan berarti pemaksaan sepihak dan juga pemborosan ??????

Lagi pula setahu saya, jenis kendaraan yang digunakan untuk kendaraan umum, mempunyai mesin yang sama dengan kendaraan yang dipakai pribadi. Sebagai contoh, untuk Kendaraan Angkutan Kota yang telah diremajakan, tidak lain adalah kendaraan niagaa seperti Kijang, GrandMax dll. Sedangkan untuk taksi, juga tidak lain adalah sedan-sedan yang cukup mewah. Bahkan ada armada Taksi yang menggunakan Mercides.

Sekali lagi bukan masalah harga subsidi atau non subsidi yang kami permaslahkan, karena secara pribadi, saya sangat mendukung kebijaksanaan pencabutan subsidi untuk kendaraan atau mesin pribadi, tetapi secara teknis Pemerintah harus tetap menyediakan bahan bakar bensin sesuai kebutuhan masyarakan, agar tidak terjadi pemborosan terselubung dan pemaksaan.

Kebutuhan Angka Oktana Riset Kendaraan/Mesin
Secara teknis akan kami coba untuk melihat apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh mesin, dengan kondisi bbm yang saat ini tersedia. Ada sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh seorang Peneliti, tentang ”Kebutuhan Angka Oktana Kendaraan” (Ir. Pallawagau La Pupung, PPPTMGB ”LEMIGAS” 2004). Dalam penelitian tersebut digunakan 3 pasang kendaraan, yang mesinnya direkondisi menjadi baru atau memang mesin baru. Artinya seluruh bagian yang berhubungan dengan sisitem pembakar adalah baru. Kendaraan tersebut diuji Kebutuhan Angka Oktana pada awal pengujian, kemudian dioperasikan menempuh jarak 20.000 km, kemudian di uji kembali Kebutuhan Angka Oktana nya. Spesifikasi kendaraan dan hasil penelitian tersebut sebagai berikut:
  • Kendaraan Uji No. 1 dan No. 2 mempunyai Kapasitas Volume Silinder 1486 cc, perbandingan Kompresi 9.0 : 1, dengan sisitem bahan bakar Karburator, sistim pengapian CDI, dengan daya 52 hp pada putran mesin 5600 rpm. Oleh pabrik pembuatnya direkomendasikan menggunakan Jenis Bensin dengan Angka Oktana 90.
  • Kendaraan Uji No. 3 dan No. 4 mempunyai Kapasitas Volume Silinder 1498 cc, perbandingan Kompresi 9.4 : 1, dengan sisitem bahan bakar EFI (Electrik Fuel Injection), sistim pengapian Platina, dengan daya 82 hp pada putran mesin 5500 rpm. Oleh pabrik pembuatnya direkomendasikan menggunakan Jenis Bensin dengan Angka Oktana 91.
  • Kendaraan Uji No. 5 dan No. 6 mempunyai Kapasitas Volume Silinder 1587 cc, perbandingan Kompresi 9.5 : 1, dengan sisitem bahan bakar EFI, sistim pengapian CDI, dengan daya 115 hp pada putran mesin 6000 rpm. Oleh pabrik pembuatnya direkomendasikan menggunakan Jenis Bensin dengan Angka Oktana 95.
Ken. Uji
Vol. Sil. cc
Kompresi Ratio
Daya hp/rpm
Sistem
Angka Oktana
ORI *)
BB
Pengapian
Pabrik
Awal
20.000 km
No.1
1486
9.0 : 1
52/5600
Kar
CDI
90
84.4
88.5
4.1
No.2
1486
9.0 : 1
52/5600
Kar
CDI
90
84.4
90.7
6.3
No.3
1498
9.4 : 1
82/5500
EFI
Platina
91
87.4
89.7
2.3
No.4
1498
9.4 : 1
82/5500
EFI
Platina
91
86.7
90.5
3.8
No.5
1587
9.5 : 1
115/6000
EFI
CDI
95
89.6
90.8
1.2
No.6
1587
9.5 : 1
115/6000
EFI
CDI
95
89.7
90.8
1.1

Keterangan:
*) ORI : Octane Number Requirment Increas (Kenaikan Kebutuhan Angka Oktana)

Kondisi awal sebelum pengujian:
  • Kendaraan No.1 dan No. 2 : Kebutuhan Angka Oktana 84.4, (Artinya Kebutuhan Angka Oktananya 5.6 point dibawah rekomendasi pabrik).
  • Kendaraan No.3: Kebutuhkan Angka Oktana 87.4, (Artinya Kebutuhan Angka Oktananya 3.6 dibawah rekomendasi pabrik 
  • Kendaraan No.4:  Kebutuhkan Angka Oktana 86.7  (Artinya Kebutuhan Angka Oktananya 4.3 point dibawah rekomendasi pabrik). 
  • Kendaraan No.5: Kebutuhkan Angka Oktana 89.6 (Artinya Kebutuhan Angka Oktananya 4.4 point dibawah rekomendasi pabrik).
  • Kendaraan No.6: Kebutuhkan Angka Oktana 89.7 (Artinya Kebutuhan Angka Oktananya 4.3 point dibawah rekomendasi pabrik).
Dengan hanya melihat rekomendasi pabrik (biasanya dicantumkan dalam Buku Pedoman Pemilik, dalam Bab Spesifikasi), maka secara otomatis pemakai kendaraan uji No. 1, 2, 3 dan 4 akan mengggunakan Jenis Bensin 91, sedangkan Pemilik Kendaraan No. 5 dan 6 akan menggunakan bbm Jenis Bensin 95.
Pertanyaan yang timbul adalah mengapa Pabrik Pembuat mesin memberikan rekomendasi pemakaian bbm dengan Angka Oktana jauh diatas kebutuhan mesin saat masih baru ???  Jawaban dari pertanyaan tersebut terlihat setelah kendaraan dioperasikan dengan menempuh jarak 20.000 km, yaitu sebagai berikut:
Setelah menempuh jarak 20.000 km (setara dengan 500 jam operasi), ternyata kebutuhan Angka Oktana Riset menjadi:
  • Kendaraan No. 1 menjadi 88.5, kebutuhan Angka Oktana Riset naik 4.1 point
  • Kendaraan No. 2 menjadi 90.7, kebutuhan Angka Oktana Riset naik 6.3 point
  • Kendaraan No. 3 menjadi 89.7, kebutuhan Angka Oktana Riset naik 2.3 point
  • Kendaraan No. 2 menjadi 90.5, kebutuhan Angka Oktana Riset naik 3.8 point
  • Kendaraan No. 2 menjadi 90.8, kebutuhan Angka Oktana Riset naik 1.2 point
  • Kendaraan No. 2 menjadi 90.8, kebutuhan Angka Oktana Riset naik 1.1 point
Mengapa terjadi kenaikan kebutuhan Angka Oktana Riset ????
Kebuthan Angka Oktana Riset suatu mesin, berhubungan erat dengan Perbandingan Kompresi Mesin tersebut. Semakin tinggi Perbandingan Kompresi Mesin, maka kebutuhan Angka Oktana Risetnya akan lebih tinggi. Pada kondisi diatas, terjadinya perubahan Kebutuhan Angka Oktana disebabkan terjadinya perubahan perbandingan kompresi yang diakibatkan adanya pengotoran ruang bakar (deposit atau kerak). Timbulnya kerak atau deposit akibat dari kurang sempurnanya pembakaran, yang bisa disebabkan karena beberapa hal, antara lain oleh: sistem pemasukan bahan bakar, sistim pengapian atau jenis bahan bakarnya. Terlihat bahwa Kenderaan No. 5 & 6 dengan sistem injeksi dan CDI, lebih mampu menghasilkan pembakaran yang baik sehingga menekan terbentuknya deposit, dibandingkan dengan kendaraan No. 1, 2, 3 dan 4.

Sistim pemasukan bahan bakar dan sistem pengapian merupakan bagian sudah sudah melekat pada mesin, artinya kalau akan dirubah berarti akan merubah rancangan pabrik. Meskipun hal ini bisa dilakukan, akan tetapi sangat rumit dan repot. Jalan yang cukup mudah adalah menggunakan bahan bakar yang berkualitas baik dan mempunyai kemampuan untuk membersihkan sisa pembakar, sehingga menekan laju penumpikan deposit.

Nah bagaimana dan apa kaitannya dengan masalah bbm subsidi dan non subsidi ???????  Dari penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa meskipun mesin kendaraan mempunyai perbandingan kompresi 9.5 : 1, tetapi ternyata masih layak menggunakan bensin premium (yang menurut Spesifikasi mempunyai Angka Oktana Riset minimal 88). Jadi kalau nantinya kendaraan-kendaraan tersebut harus menggunakan bensin non subsidi, tetapi yang tersedia hanya Jenis Bensin dengan angka oktana riset 91 atau lebih, apakah itu bukan merupakan suatu pemborosan dan pemasaksaan?????? Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan ????????
Bagaimana dengan mereka yang menggunakan kendaraan sesekali yang untuk mencapai 20.000 km mungkin dua atau tiga tahun ???? Mungkin mereka hanya butuh bbm bensin dengan angka oktana 88, tetapi dipaksa harus membeli bbm yang lebih mahal. Apakah ini adil ??????

Jadi, silahkan memberikan subsidi kepada yang memang layak di beri subsidi, tetapi berikanlah kepada mereka yang lain bbm yang mereka butuhkan. Sebagai contoh adalah pemakain bahan bakar untuk rumah tangga. Bagi rakyat yang dulu menggunakan minyak tanah, diberikan gas bersubsidi dengan tabung 3 kg, dengan harga bersubsidi. Sedangkan yang lebih mampu dipersilahkan menggunakan gas non subsidi dengan tabung kapasitas 12 kg. Apakah gasnya berbeda ?????? Tidak, keduanya adalah Gas Elpiji yang sama persis, hanya beda tempatnya.

Harapan kami, pemerintah tetap menyediakan Bensin Premium tanpa subsidi, yang tentunya harga lebih tinggi dari Bensin Premium Bersubsidi, tetapi tetap lebih murah dari Jenis Besin non Subsidi yang sekarang ada.

Apakah ada win win solution ????

Agar cukup adil dan tidak memaksa konsumen membeli sesuatu yang melibihi kebutuhannya,  serta tidak merepotakan Produsen dan SPBU (tidak menambah infrastruktur) seyogyanya Pemerintah merubah Spesifikasi BBM sebagai berikut:
  • Bensin Premium dengan Angka Oktana Riset 88 (dengan Spesifikasi Seperti Premium) untuk subsidi, dan diberi warna gelap (BIRU TUA)
  • Bensin Premium dengan Angka Oktana Riset 88 (dengan Spesifikasi Seperti Premium) non subsidi (untuk kendaraan Pribadi) dengan diberi warna agak gelap misalnya MERAH MUDA.
  • Bensin Jenis 92 (Seperti Pertamax sekarang ini) tanpa warna.
Lalu bagaimana dengan kendaraan yang membutuhkan Bensin dengan Angka Oktana lebih dari 92 ????? Saat ini sudah banyak SPBU swasta yang menyediakan Bensin tersebut, jadi mereka bisa memilih sesuai dengan selera dan kebutuhan masing-masing, karena jumlahnyapun juga tidak banyak.

Memang pemberian warna akan menyebabkan kenaikan biaya produksi yang mungkin sekitar Rp. 500,-/liter, akan tetapi pemberian warna gelap pada bensin yang yang mutunya lebih rendah akan sangat efektif untuk pengawasan. Artinya, kalau ada Bensin berwarna BIRU TUA beredar diluar SPBU, berarti ada oknum yang menjual Bensin bersubsidi keluar SPBU. Atau kalau bensin bersubsidi dicampur kedalam bensin non subsidi, secara visual akan segera terlihat.

Dengan demikian akan terjadi akan terjadi kompetisi sehat antar Produsen BBM khususnya bensin. Karena bbm subsidi dan non subsidi, tidak berkaitan langsung dengan jenis kendaraan atau tahun pembuatan kendaraan.Sedangkan masalah perbaikan mutu bbm bisa juga dilakukan oleh setiap individu, yaitu dengan menambahkan suatu aditife (Detergensi Additive) yang sudah banyak dijual dipasaran, sehingga akan membuka peluang bagi pengusaha nasional untuk menyediakan bahan-bahan yang dapat memperbaiki/ menyempurnakan pembakaran dan sekaligus membersihkan deposit dalam ruang bakar mesin. Detergensi Additive dari bahan dasar minyak nabati sudah kami coba dan buktikan cukup efektif memperbaiki mutu Bensin Premimum, sehingga menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna serta membersihkan deposit pada sisitim saluran bahan bakar sampai ruang bakar. Kendaraan uji yang kami pergunakan saat ini telah menempuh jarak sekitar 60.000 km dalam kurun waktu 4,5 tahun lebih, dan masih dalam kondisi prima, bahkan tenaganya naik 4%.

Semoga tulisan ini bermanfaat untuk menjadi pertimbangan bagi para pembuat kebijakan dan nisa menambah wawasan bagi kalangan umum.

Jakarta, 21 Desember 2010


Kusuma Wiryawan
Pensiunan Pegawai PPPTMGB ”LEMIGAS” th. 2006
Jl. Swadaya I No. 19
Larangan Indah RT 004/04
Tangerang 15154

HP: 0815-14327125
Email: wiryawan_k[at]yahoo.com

No comments: