Monday, October 12, 2009

Jangan Lapor 147 !!

Apa sih yang kamu lakuin kalo koneksi internet di rumah kamu bermasalah? Pastinya hubungin contact centernya dong, tapi kalo nggak bisa menyelesaikan masalah gimana? Ngenes dong ... kalo gangguannya 1-2 hari sih rasanya nggak begitu jadi masalah, tapi kalo sampe 1 bulan ?

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa telkom dengan produk speedy-nya telah meng-cover hampir di seluruh kota besar di Indonesia. Tentu pelanggannya juga banyak dong ... Nah kalo pelanggannya buanyak, pasti yang gangguan juga banyak. Tapi kalo dipersentasekan antara jumlah pelanggan yang bagus vs. jumlah pelanggan yang gangguan itu masih dibawah ISP lain. Contohnya gini : ISP A punya pelanggan 500 orang, yang gangguan 100 orang, sedangkan speedy pelanggannya misalnya 19.000 di satu kota, nah yang gangguan 100 pelanggan juga. Sama - sama 100 yang gangguan tapi persentasenya beda dong ... Jadi tidak bisa disamakan head to head dengan ISP lain. Misalnya Speedy vs. Firstmedia yang selalu dilakukan oleh orang - orang pada umumnya.

Oke, ini sebenernya adalah keluh kesah pelanggan speedy Divre 3 (Jabar - Banten) terutama di daerah bandung. Jadi kronologisnya begini, tanggal 10 September 2009 kemarin ni di Bandung dipasang BM (Bandwidth Management) baru. Nah pada tanggal 10 September itu seluruh koneksi speedy di kota bandung mati total, kecuali paket BIZ yang masih bisa terkoneksi dengan baik (karena BIZ tidak dipasangin BM). Pastinya 9000 concurrent user pada saat itu protes dong, 147 sibuk terus, bandwidth utilisasi di divre 3 turun 98%.

Nah keesokan harinya tanggal 11 September giliran paket BIZ nih yang nggak bisa koneksi alias tersendat - sendat, curiganya sih sekarang paket BIZ kena traffic shaper juga. Bener dong ... ini juga membuktikan bahwa jalur paket BIZ itu terpisah dengan paket lainnya (harga nggak pernah bohong ...)

Akhirnya semenjak itu dimulailah penderitaan yang berkepanjangan. Latency mulai melonjak drastis hingga 3 sampai 4 digit di jam - jam tertentu, yaitu :
  • Pukul 13.00 s.d. 18.00 WIB
  • Pukul 19.00 s.d. 24.00 WIB
inilah jam dimana latency membesar dan speed sangatlah mengenaskan. Sebagai perbandingan, ketika jam tersebut speed paket BIZ saya stabil di angka 384 kbps. Gila, bayar lebih mahal tapi kualitas paket Family. Sialnya kalo lapor 147, Plasa Telkom, keluhan via website dll. semuanya itu menyalahkan pelanggan. "coba dicek DNSnya pak, lampu modemnya bagaimana, di share ke berapa komputer, ooh komputer bapak PASTI KENA VIRUS." Gila ... dia pikir saya anak SD yang baru diajarin komputer kali yah ... Ini dia screenshotnya :


Parah pisan kan ?
Duh, kayaknya sih mending tulis di koran aja deh ... biar lebih bisa "mengena". Nah buat yang mau dengerin podcastnya disini :







Tuesday, October 6, 2009

A Whole New Level Of Tears ...

Menurut kamu, apa sih kesedihan itu ? Sampai sejauh mana kesedihan itu kamu alami ?
Komputer kena virus, data TA hilang hara - gara virus? Diputusin pacar/tunangan/calon istri? Benda yang kamu sayangin hilang? Orang yang kamu sayangin meninggal?

Baru saja saya selesai menyaksikan film "Accuracy of Death" yang ditayangkan oleh Celestial Movies pukul 8 malam tadi. Tema filmnya sih mirip - mirip "Meet Joe Black" (1998), cuman di film yang disutradarain sama Masaya Kakei ini maknanya lebih berat. Kalo film - film bioskop a.k.a sinetron di Indonesia hanya mengekspoitasi seputar kesedihan karena cinta, harta, tahta, perselingkuhan, rumah tangga dan wanita, jelas film - film Jepang & Korea mengeksploitasi tingkat kesedihan jauh dari itu.

Saya sendiri ngerasain kalo film - film Korea banyak banget yang ceritanya bisa bikin berlinang air mata. Kalo kata temen saya sih biar generasi mudanya tidak agresif dan lebih bisa menghargai orang lain. Hmmm ... masuk akal juga, tapi coba deh kamu bandingin antara film Jepang & Korea. Taste-nya beda banget. Kalo saya bilang sih film Jepang lebih "unik", nyeleneh dan mengeksplorasi tingkat kesedihan yang berbeda.

Ya, film "Accuracy of Death" memang dalem banget. Jadi ceritanya gini, Menurut tradisi orang Jepang, tujuh hari sebelum hari kematian seseorang, Chiba atau malaikat pencabut nyawa datang mengunjungi orang tersebut dalam wujud sebagai manusia. Ia akan tinggal bersama 'calon korbannya' selama tujuh hari penuh sambil mengamat-amati orang ini.

Tugas Chiba adalah mengawasi, menilai dan kemudian mengambil keputusan apakah orang yang akan menjadi korbannya ini layak mati atau masih berhak mendapat kesempatan untuk hidup lebih lama. Kali ini Chiba kembali harus turun ke bumi dan mengamati calon korbannya. Nah, kalo kamu nonton film ini pastinya agak bingung & sebel karena alurnya non-linier dan nggak happy-ending banget ...

Oke, itu semua cuma film. Nah, baru - baru ini Indonesia sedang dirundung oleh bencana alam yang masuk dalam kategori force majeure (naon deui). Mulai dari gempa bumi di Tasikmalaya sampai yang terakhir ini gempa bumi yang mengguncang bumi Andalas alias di daerah Padang. Miris denger ceritanya, masih teringat jelas duka saudara - saudara kita di daerah Jawa Barat Setalan. Sekarang sudah ditambah lagi derita saudara - saudara kita di Padang.

Saya tidak akan membahas mengenai teore lempeng yang menyebabkan gempa tektonik. Saya yakin anda lebih pintar dan mengetahui lebih banyak mengenai hal ini. Tapi satu hal yang harus kita ingat, kita hidup di "jalur bencana". Otomatis kita harus lebih siap dan tegar dalam menghadapi bencana demi bencana.

Beberapa hal yang saya soroti mengenai bencana yang melanda Indonesia kali ini adalah dramatisasi media untuk mengeksploitasi berita tentang gempa. Kerasa gak sih kalo pemberitaan di media (khususnya di televisi yang mengkhususkan siarannya seputar news) sudah sangat berlebihan. Sampai - sampai saya sempat melihat tayanyan live seseorang korban gempa di Padang yang dipaksa untuk menangis di depan kamera dengan menceritakan keluarganya yang tertimpa reruntuhan hotel Ambacang.

Ya, air mata sekarang sedang menjadi komoditi untuk tv - tv di Indonesia (setelah bulan sebelumnya agama yang menjadi komoditi). Selain itu sikap pemerintah yang lamban dan tidak memiliki sebuah "Disaster Management System". Udah jelas kalo Indonesia sering dilanda bencana (baik alam maupun ulah manusia). Tapi tetep aja pemerintah adem ayem ... Kalo ada bencana tinggal presidennya aja mengucapkan bela sungkawa terus kirim bantuan (yang tidak merata), terus beres deh ... ironis memang ...

Mungkin itu yang mendasari Pak Onno W. Purbo untuk membuat peta daerah bencana dengan GIS sederhana yang bisa di akses di http://opensource.telkomspeedy.com/map dan karena keberhasilan itu beliau mencoba "Sahana" yang lebih komplit lagi. Sahana ini merupakan Sistem Informasi Bencana. Penasaran ? bisa diakses kok di http://opensource.telkomspeedy.com/sisfo-bencana

Dari sini sebenarnya banyak sekali hikmah yang di dapat. Cuma mungkin kebanyakan orang sibuk dengan urusannya yang lain, sehingga semua ini hanya dianggap bencana, peringatan atau mungkin adzab dari Alloh swt.